Menurut Anda, apakah Gus Dur pantas dianugerahi gelar Pahlawan Nasional?

Powered By Blogger

WELCOME TO ADI SANJAYA BLOG

Mari Kita Berpetualang Melewati Ruang dan Waktu Melalui Sebuah Pesona Perlawatan Sejarah

Rabu, 21 Oktober 2009

SEJARAH CINA

BAB I

PENDAHULUAN

Kelahiran Agama dan Peradaban Dunia

Asia merupakan wilayah terbesar di sebelah timur laut dari kompleks daratan yang mahaluas di dunia. Secara politikal, sosial dan kebudayaan, benua Asia terbagi menjadi dua tengah-tengah benua yaitu di antara daerah Pegunungan Tibet. Siberia dan Turkistan Barat merupakan daerah yang termasuk wilayah Asia bekas Uni Soviet, yang bagian , yaitu Asia bekas Uni Soviet dan Asia. Batas kedua bagian tersebut terletak di sebagian besar wilayahnya sangat dingin untuk dijadikan tempat tinggal. Sebaliknya daerah seperti Tiaga dan Tundra banyak didiami manusia yang terus menerus mengadakan eksploitasi. Bagian Asia sebelah selatan dan timur dari bekas Uni Soviet kemudian disebut “Asia dari Asia”, yaitu Asia ke-Asia-an yang bentuk wilayahnya menyerupai setengah bulatan bulan Asia (The Asiatic Crecent). Di daerah peradaban besar manusia (big civilization of humanity) seperti Mesopotamia, pada daerah-daerah lembah sungai inilah lalu tumbuh dan berkembang peradaban daerah ini banyak mengalir sungai-sungai besar dari Asia Tengah sampai ke selatan, Pakistan, India dan Cina, yang selanjutnya berkembang dan menyebar sampai ke Asia bagian tengah dan Eropa Tenggara yang sampai sekarang memiliki berbagai corak kebudayaan, agama, adat-istiadat, kebangsaan, bahasa, bentuk pemerintahan dan susunan kekuasaan politik.

Peradaban-peradaban yang muncul di Asia berabad-abad yang lampau merupakan hasil kerja keras rakyat petani (peasant). Peradaban itu berkembang di atas dasar kehidupan pertanian yang menyelenggarakan pengairan, yang oleh Karl August Witvogel disebut sebagai “hydrolic society and hydrolic civilization”. Pengadaan dan pengaturan sistem pengairan secara teratur hanya dapat dilakukan bila berbentuk suatu organisasi yang soliditasnya diakui di bawah aparatur pemerintahan yang mempunyai pusat kekuasaan. Elite kekuasaan ini memunculkan sebuah golongan yang berkuasa dan memiliki otoritas untuk memerintah kelompok lain. Dan selanjutnya, untuk memenuhi semua kebutuhan hidup dibuatlah pembagian kerja dan muncullah sistem perdagangan. Kebutuhan-kebutuhan ekonomi juga akan memunculkan kebutuhan politik dan kebudayaan (cultural and politikal powers), seperti sistem pertahanan dan kepala pemerintahan serta panglima tertinggi yang berfungsi sacral, yakni sebagai pendeta tertinggi. Dengan bantuan dan dukungan dari para punggawa, perwira dan pendeta-pendeta tersebut, seorang raja memerintah dan menguasai rakyatnya.

Sekitar 500 SM terjadi zaman pancaroba atau zaman perkisaran, karena adanya kelahiran beberapa agama secara berturut-turut dalam tempo beberapa abad. Di India, lahir dan terjadi penyebaran agama ajaran Buddha oleh Sidharta Buddha Gautama. Di Cina, lahir dan terjadi peletakan “baru pertama” ajaran filsafat Konfusianisme. Di Iran, lahir dan terjadi penyebaran ajaran keyakinan agama Persia atau Mazdaisme oleh Zarathustra yang dianggap sebagai nabi. Bangsa Yahudi juga mendapat pengajaran keteguhan iman terhadap Tuhan Yang Maha Esa dari para nabi. Selama berabad-abad, seluruh masyarakat di Asia masih bertopang pada dasar-dasar agraris yang sangat statis, struktur sosial yang tidak berubah oleh Karl Marx disebut sebagai “unchangeability of asian societies”. Dalam usaha melenggengkan otoritasnya, raja memeras tenaga rakyatnya sendiri dan memiliki tiga aparatur yakni : urusan perang, urusan keuangan dan pekerjaan umum. Perang dilakukan untuk merampas harta benda kekayaan negara-negara tetangga terdekatnya. Pajak dan upeti dipungut dari hasil kerja keras rakyatnya, dan kerajaan berusaha memberi jaminan dan garansi bagi kelangsungan pekerjaan petani dengan memelihara dan mengawasi sistem pengairan agar berfungsi dengan baik. Apabila melebihi kemampuan para petani, maka mereka bisa melakukan pemberontakan dan perlawanan.

Pada permulaan abad dua puluh, seluruh negara yang ada di daratan Asia mulai menggeliat terbangun, bergerak untuk menuntut kehiduan yang layak bagi rakyatnya sendiri. Pada umumnya mereka mempunyai dan menghadapi persoalan-persoalan yang sama seperti persoalan politik, ekonomi dan kebudayaan. Dengan menghadapi persoalan-persoalan seperti ini, mereka mempunyai keseragaman tekad, yaitu tekad yang dijiwai oleh semangat dan sentimen nasionalisme untuk membangun perikehidupan kebangsaan yang bebas-merdeka, walaupun dengan cara-cara yang berbeda.

Kebangkitan Peradaban di Asia

Kebangunan atau kebangkitan negara-negara di Asia merupakan bentuk reaksi dan jawaban (respon) terhadap tantangan yang disuguhkan oleh Barat melalui praktek-praktek imperialisme-kolonialismenya, yang permulaannya mulai dirasakan kira-kira tahun 1900. Bangkitnya nasionalisme, dalam perkembangan berikutnya dibarengi oleh semangat dan proses modernisasi yang kadang-kadang dipimpin dan dikendalikan dari atas-bawah (top-down), yakni pemerintah. Proses modernisasi itu juga diikuti oleh proses nasionalisme, yang tidak sedikit juga diselubungi dan diinfiltrasi oleh semangat keagamaan. Mengenai masalah ini, ada dua realitas yang tidak dapat dipungkiri dan memiliki peran yang sangat sigifikan: pertama, ketertinggalan negara-negara Asia dari Barat di bidang politik, ekonomi, teknologi dan ilmu pengetahuan. Kedua, keharusan mengejar ketertinggalan tersebut. Hingga abad 16 sudah terjadi hubungan dan interaksi antara Asia Timur dan dunia Barat, baik darat dan beberapa melalui laut, terutama Laut Tengah.

Hingga abad 19, hubungan yang terjadi antara bangsa-bangsa Barat dengan Asia Timur berlangsung atas dasar saling menghormati dan menghargai (toleran). Bangsa-bangsa Barat yang kemudian menjadi pelopor dalam praktek imperialisme-kolonialisme harus tunduk pada syarat-syarat yang ditetapkan negara-negara di Asia Timur. Namun, ketika ekspansi bangsa Eropa dan Amerika Serikat yang dipicu oleh Revolusi Industri meimbulkan perubahan besar dalam hubungan itu. Di bawah ancaman senjata yang lebih unggul dan canggih, Cina dan Jepang akhirnya dipaksa untuk menerima syarat-syarat yang ditetapkan oleh bangsa-bangsa Barat. Korea juga kemudian terpecah menjadi dua setelah perang Korea terjadi, Korea Utara yang berhaluan sosialis-komunis dan Korea Selatan yang berhaluan kapitalis-liberalis.

BAB II

PERIODISASI SEJARAH CINA

Cina dalam Sejarah Asia Timur

Selama berabad-abad, Asia Timur berada dalam isolasi yang bersifat relatif hingga pertengahan abad 19 karena wilayah Asia Timur terletak di periferi daratan Asia sebelah timur . Dengan posisi gegrafis seperti ini, Asia Timur memiliki keistimewaan karena jauh dari jangkauan pengaruh-pengaruh kekuasaan bangsa-bangsa Eropa. Masyarakat dan penduduk di daratan Asia Timur berada dalam kehidupan yang relatif stabil. Pandangan hidup masyarakat Asia Timur sampai abad 19 dijiwai sepenuhnya oleh perasaan agama dan filsafat Kepercayaan agama tertua di Asia Timur, yang mempercayai adanya roh-roh atau dewa-dewa yang bersemayam pada benda-benda alam (animisme). Di kalangan elite, lapisan masyarakat, pemikiran-pemikiran yang menghasilkan filsafat mengenai etika dan moral tumbuh berkembang, bahkan kemudian menjadi ajaran-ajaran (teaching) yang dibakukan.

Ajaran filsafat tentang kehidupan yang sangat penting di Cina dan Korea adalah Konfusianisme, yang pada perkembangan selanjutnya juga berkembang dan masuk di Jepang. Agama Buddha, Islam dan Kristen juga mulai berkembang di Asia Timur. Namun, menjelang abad 20. agama-agama tersebut terancam oleh perkembangan Marxisme-Leninisme.

Di Asia Tengah, sudah beberapa kali muncul kekuatan dinamis yang turut menentukan sejarah dunia, yaitu mereka yang termasuk suku-suku nomad. Mereka mengadakan serangan dan serbuan selama beberapa kali ke sebelah timur, yakni Cina dan Korea, ke selatan yaitu Iran dan India, dan sebelah barat yaitu Asia Barat Daya dan Eropa. Pada sekitar 200 SM, di daerah yang sekarang disebut Mongolia, dibangunlah sebuah kekuatan besar berbentuk pasukan perang terlatih oleh suku-suku bangsa Hsiungnu, dan sampai abad 4 bangsa ini menjadi musuh terbesar Cina. Pada awal abad ke 13, muncullah kekuatan baru di Asia Tengah, yakni bangsa Mongolia di bawah pimpinan Temudzin, yang oleh rakyatnya pada 1206 digelari sebagai Jengis Khan (Raja agung yang berkekuatan besar), yang meguasai seluruh Asia Tengah. Cucu Jengis Khan yang bernama Hulagu Khan berhasil menghancurkan Dinasti Abasiyah. Seorang cucunya lagi yang bernama Kubilai Khan mampu merampungkan penaklukan Cina. Setelah menguasai seluruh daratan Cina, ia memindahkan pusat kekuasaannya ke Khanbalik (sekarang Peking). Di Cina, Kubilai Khan mendirikan dinasti baru yang bernama dinasti Yuan (1260-1368). Bersamaan dengan penyerangan pasukan Turki ke ibukota Konstantinopel, di Asia Tengah telah dibangun kerajaan besar oleh Timur I-Lang (Tamerlan) yang berdarah Mongolia Turki, bahkan boleh jadi ia masih bergaris keturunan dari Jengis Khan. Tak lama kemudian, Timur I-Lang berusaha menaklukan dan menguasai seluruh wilayah Rusia Selatan dan juga kerajaan Turki Osmaniah. Pada 1402, induk pasukan Turki dihancurkan di dekat wilayah Ankara. Kemudian, Timur I-Lang bersiap-siap menyerbu wilayah Cina yang masih berada dalam kekuasaan Dinasti Ming (1368-1644). Tetapi, di tengah perjalanan Timur I-Lang meninggal karena penyakit mendadak. Hal inilah yang menjadi pemicu bagi kebangkitan islam, dan bangsa Mongolia dipaksa diusir dari seluruh daratan Cina oleh Dinasti Ming. Kekuatan raksasa terakhir yang dibangkitkan oleh suku-suku bangsa nomad dari Asia Tengah adalah suku-suku Manchu. Setelah menguasai seluruh wilayah daratan Manchuria dan Mongolia Timur, mereka berhasil menguasai seluruh wilayah Cina dan kemudian mendirikan dinasti baru yang kemudian diberi nama Dinasti Manchu (1644-1922). Pemerintahan dinasti ini berakhir setelah Revolusi Cina digulirkan dan menumbangkan kekuasaan mereka. Uni Sovyet berhasil memasukkan pengaruhnya ke wilayah Mongolia Luar. Perjanjian Uni Sovyet dengan Cina pada 1924 menjadi pertanda bagi hancurnya kekuasaan Mongolia. Perjanjian itu mengakui secara nominal kekuasaan Cina atas Mongolia Luar dan menetapkan Urga sebagai ibukotanya, yang kemudian diubah namanya menjadi Ulan Bator. Hampir seluruh rakyat Mongolia menuntut kemerdekaan sempurna. Hasilnya, pada 5 Januari 1946, Cina mengakui kemerdekaan penuh atas Mongolia.

Sejarah Cina menurut Tradisi

Bangsa Cina kuno mempunyai banyak cerita mitos tentang kosmogoni yang menerangkan tentang penciptaan alam jagat raya. Golongan masyarakat kelas atas (elite kekuasaan) berpendapat tentang pembentukan alam yang difilosofikan dengan sebuah kekuatan besar yang disebut Thai Chi. Thai Chi mempunyai dua asas yang sangat mendasar yang bernama asas Yang dan Yin. Asas Yang merupakan asas yang menyimbolkan keaktifan, kejantanan, kelaki-lakian, dan keperkasaan yang antara lain terdapat pada langit dan arah selatan. Asas ini serba terang, serba panas, aktivitas dan serba ada gerak (aksi). Asas Yin merupakan asas yang menyimbolkan kefasihan, kelembutan, lemah gemulai, sifat-sifat keperempuanan yang antara lain terdapat pada bumi dan arah utara. Ia bersifat serba gelap, serba dingin, pasif dan serba diam. Namun antara Yin dan Yang itu saling mengimbangi dan saling melengkapi.

Secara politik, daratan Cina termasuk wilayah kekuasaan Republik Rakyat Cina sekarang terbagi menjadi dua wilayah : Cina Asli (Cina daratan) dan Cina Luar. Secara geografis dan historis, Cina Asli terbagi atas Cina Utara dan Cina Selatan, yang masing-masing wilayah tersebut dibatasi oleh Pegunungan Chinling dan Pegunungan Hui. Tanah Cina yang paling asli sebenarnya adalah Cina Utara, yang terdapat Sungai Kuning. Di lembah sungai inilah mula-mula terjadi, tumbuh dan berkembang peradaban Cina yang kemudian meluas ke Cina Selatan.

Bangsa Cina Kuno merasakan adanya hubungan kesatuan yang sangat harmonis antara langit dan bumi, dengan kehidupan alam manusia. Di kalangan masyarakat luas, terdapat dongeng-dongeng (mitos atau mitologi) tentang kosmogoni yang lebih mudah dipahami. Menurut mitos tersebut, pada mulanya keadaan alam ini serba kacau (chaos). Setelah jagat raya ini dibuat oleh raksasa Pan Ku dari hasil Thai Chi, yang mula-mula memerintah adalah 12 raja langit (T’ien Huang) selama 12.000 tahun. Setelah era kekuasaan T’ien Huang, dunia diperintah oleh 11 raja bumi (Ti Huang) yang memerintah selama 18.000 tahun. Kemudian, kekuasaan diserahkan kepada 9 raja manusia (Jen Huang) yang memerintah selama 45.000 tahun. Setelah itu, terbentuklah sebuah zaman dari lima naga, zaman Lien Tung dengan enam keturunan, zaman Su Ming dengan empat keturunannya dan zaman Sun Pei dengan 22 orang rajanya.

Pada umumnya, sejarah mitologis Cina tradisional dimulai dari zaman tiga raja (San Huang) dan lima kaisar (Wu Ti). Nama-nama raja yang disebut tiga raja tersebut adalah Sui Jen, Fuh His dan Shen Nung. Sedangkan yang biasa disebut lima kaisar terdiri dari Huang Ti (Kaisar Kuning), Chun Hsiu (cucunya), K’u (cicitnya). Yao dan Shun. Raja-raja dan kaisar diyakini sebagai pahlawan-pahlawan kebudayaan yang meletakkan dasar-dasar peradaban Cina. Sesudah pemerintahan lima kaisar itu berakhir, Dinasti Hsia (1989-1558 SM) mulai memerintah dan mengendalikan seluruh daratan Cina. Menurut tradisi Cina kuno, dinasti Hsia merupakan dinasti pertama di Cina yang mempunyai 17 orang raja. Kehancuran dan kejatuhan dinasti Hsia disebabkan oleh pemberontakan seorang raja Vazal yang bernama Chen T’ang, yang kemudian mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Shang Ti (1558-1050 SM).

Kritik Sejarah terhadap Cerita Tradisi Cina

Menurut penelitian para sejarawan, terbukti bahwa pada sumber-sumber tertua sejarah Cina sebenarnya tidak disebutkan nama-nama raja seperti yang telah disebutkan, yakni era sebelum 2400 SM. Sebenarnya nama-nama tersebut dalam karangan berasal dari era 500 M, yang selanjutnya berkembang dalam cerita mengenai zaman-zaman yang lebih tua. Sejarah tentang zaman era kekuasaan sebelum Dinasti Shang, dalam cerita tradisi, mencampurbaurkan antara mitos-mitos yang berkembang secara lisan dan sejarah, antara dongeng dan realitas sejarah yang sebenarnya terjadi.

Wolfram Eberhard mengemukakan bahwa cerita tradisi Cina dimulai kira-kira 4000 atau 2700 SM. Nama-nama kaisar yang demikian itu untuk pertama kali disebut-sebut dalam karangan-karangan yang berasal dari buku-buku yang terbit sekitas 500 atau 400 SM. Menurut hipotesis H.G. Creel, Dinasti Hsia adalah ciptaan propaganda politik dari dinasti Chou yang menghancurkan dinasti Shang dalam masa-masa perang pemberontakan. Dinasti Hsia, Shang dan Chou terkenal dengan tiga dinasti zaman kuno. Di antara ketiga dinasti yang sangat terkenal tersebut, hanya Dinasti Shang yang mempunyai bukti-bukti otentik. Bahkan, bukti-bukti sejarah yang dimiliki Dinasti Chou jauh lebih lengkap daripada dinasti Shang. Salah seorang sejarawan yang bernama C.P. Fitzgerald mengemukakan pendapatnya tentang Dinasti Hsia bahwa dengan tidak adanya peninggalan yang ditemukan belum berarti bahwa dinasti itu tidak pernah ada, karena mungkin saja peninggalan itu sudah lenyap dan tidak dapat ditemukan lagi. Menurut Fitzgerald, bangsa Cina pada zaman Dinasti Chou mempercayai adanya Dinasti Hsia sebelum dinasti Shang. Nama Hsia itu dipakai untuk menegaskan kesatuan keseluruhan bangsa dan peradaban Cina.

Sumber Sejarah Cina

Beberapa sumber yang membahas sejarah dan peradaban Cina tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Benda-benda purbakala berupa berbagai macam benda kuno, tulisan-tulisan di tulang, batu dan perunggu.

2. Buku-buku klasik dan karangan-karangan cerita yang bersifat sejarah mengenai zaman purbakala.

3. Buku-buku sejarah dinasti-dinasti yang disusun dari catatan resmi tahunan.

4. Catatan sejarah dan daerah-daerah bersejarah.

5. Karya-karya sejarah yang merupakan hasil tulisan para ahli sejarah (para pujangga) atas nama pribadi maupun atas nama pemerintah.

6. Pelaporan perjalanan dari para musafir Cina.

7. Pelaporan dari jawatan pabean.

8. Berita-berita dari bangsa asing, antara lain Persia, Arab dan Bangsa Barat, seperti, termasuk berita dari Marcopolo, orang-orang Portugis serta para pendiri dan berbagai berita lainnya.

Periodisasi Sejarah Cina

Periodisasi sejarah Cina disusun ke dalam zaman-zaman menurut sejarah lahirnya dinasti-dinasti. Ada dua kronologi angka tahun yang mencatat peristiwa sejarah Cina : tarikh tradisional (tarikh panjang) dan tarikh bambu (tarikh pendek). J.L Duyvendak mengemukakan pendapatnya tentang periodisasi sejarah Cina sebagai berikut.

1. Zaman Shang (1523-1028 SM), biasa disebut zaman praklasik.

2. Zaman Chou (108-256 SM),biasa disebut zaman kuno atau klasik.

3. Zaman Ch’in (221-206 SM), dan zaman Han (206-220 SM), lazim disebut zaman kuno akhir.

4. Zaman Republik Cina (1912), biasa disebut permulaan zaman modern.

Dalam buku “A History of China”, W. Eberhard menyusun periodisasi sejarah Cina sebagai berikut.

1. The Earliest Times (zaman purbakala)

a. Pre-History

b. The Shang Dynasty

2. Antiquity (zaman kuno)

a. The Chou Dynasty

b. The Ch’in Dynasty

3. The Middle Ages (zaman pertengahan)

a. Han Dynasty

b. The Epoch of The First Division of China

c. The Empire of The Dynasti T’ang

d. The Epoch of The Second Division of China

4. The Modern Times (zaman modern)

a. The Mongol Epoch

b. The Ming Epoch

c. The Manchu Epoch

d. The Republic

Selain pembagian periodisasi sejarah, di Cina juga terdapat perhitungan tarikh atau kronologi. Susunan sejarah yang dubuat oleh Sze-ma Ch’ien adalah Shih Chi yang dimulai dari masa pemerintahan Dinasti Huang Ti. Penghormatan orang Cina terhadap kaisar tersebut dibuktikan oleh peletakan nama seorang tokoh pada perhitungan tarikh atau kronologi yang disebut Tarikh Huang Ti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar